Anda Membuat, Saya Membeli, dan Mereka Sengsara

Jurusan teknologi bioproses, jurusan di mana saya bernaung, merupakan jurusan yang mempelajari proses kimia dan biologis dalam skala besar, yang sebagian besar lulusannya dituntut untuk bekerja di pabrik -singkatnya.

Seminggu kemarin, saya dan teman-teman angkatan teknologi bioproses, mengadakan sebuah perjalanan kunjungan industri ke Jawa Timur. Kunjungan industri merupakan kegiatan dari, oleh, dan untuk, mahasiswa semester 6 di departemen saya, Departemen Teknik Kimia.  Kami melakukan visiting pabrik-pabrik yang berhubungan dengan program studi kami, sebagai sarana pembelajaran di luar kelas untuk melihat bagaimana keadaan lapangan kerja sesungguhnya.

Dari Surabaya, kami mengunjungi pabrik personal care terbesar di Indonesia dan pabrik pengolahan limbah. Kemudian, perjalanan lanjut ke Gresik, di mana kami mengunjungi pabrik produk kelapa sawit dan produk kimia. Di Jombang, kami mampir ke pabrik makanan dan pabrik bioetanol yang merupakan energi terbarukan.

Yang saya lakukan pertama kali saat mengunjungi setiap pabrik tersebut adalah berdecak kagum. Dengan luas puluhan hingga ratusan hektar dan reaktor-reaktor menjulang tinggi, ratusan karyawan beretos kerja (dari atasan sampai bawahan) di pabrik tersebut dapat memenuhi kebutuhan kita sebagai konsumen yang sangat konsumtif. Bayangkan, sebuah tanki yang menampung zat kimia untuk bahan baku pembuatan produk bisa saja ukurannya sebesar rumah Anda (yang kaya)!

Setiap harinya, ribuan ton bahan baku diproses untuk menghasilkan jutaan produk melalui proses grinding, mixing, distilasi, evaporasi, hingga packaging. Sungguh manusia memang pintar mengubah segala sesuatu menjadi hal-hal yang berguna, demi mencari rezeki.

Hanya saja, ada beberapa hal yang selalu mengganggu pikiran saya saat mengunjungi pabrik-pabrik tersebut.

Pertama, asap-asap pabrik hasil reaksi kimia yang terbuang terus menerus melalui cerobong. Ada yang berwarna putih dan ada yang hitam. Tambah miris ketika ada burung-burung yang lewat beterbangan di sekitar asap. Tambah miris lagi ketika ada layangan anak-anak beradu yang menandakan pabrik tersebut tak jauh dari pemukiman warga yang bukan tidak mungkin dapat terkena dampak dari bahaya asap tersebut, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

industry-1752876_640

Kedua, ribuan ton limbah cair setiap harinya yang entah tertangani dengan baik atau tidak. Warnanya hitam dan bau. Saya mengunjungi salah satu industri pengolahan limbah yang menerima limbah kiriman dari industri-industri lain. Hasil akhir buangannya pun tetap saja masih tidak bisa sejernih air kali yang masih perawan (dan rasanya juga tidak akan mungkin bisa), tetapi paling tidak kadar COD dan BOD nya sudah rendah dan aman untuk dialirkan kembali ke sungai.

Lalu, ada juga pabrik besar yang melakukan reklamasi pantai untuk perluasan lahan. Reklamasi merupakan upaya membentuk daratan dengan mengisi daerah pesisir pantai dengan tanah/ material lainnya. Pabrik tersebut merupakan pabrik dengan produk-produk andalannya berbahan dasar kelapa sawit. Yang mana perkebunan kelapa sawit pun telah menggantikan ribuan hektar hutan tempat tinggal makhluk hidup selain manusia.

Terakhir, produk jadi yang dikemas dengan plastik. Saya tidak sanggup membayangkan bagaimana jutaan produk berkemas plastik dari satu pabrik dihasilkan dan dikonsumsi oleh kita setiap harinya. Belum lagi dari pabrik-pabrik lainnya. “Dahulu orang berusaha membuat plastik yang kuat dan tidak gampang hancur, sekarang malah sedemikian kuatnya plastik sehingga butuh waktu beberapa abad untuk bisa hancur,” kata salah satu dosen tamu dari pabrik plastik yang pernah bertandang ke salah satu mata kuliah.

Mereka produksi, kita membeli dan menggunakan seperlunya, kemudian membuangnya. Bahkan saya sudah tidak bisa lagi mengira-ngira seberapa tinggi gunungan sampah yang ada di TPA.

Betapa serakahnya kita dalam mendapatkan suatu hal dan memuaskan kepentingan diri sendiri, baik itu dari sudut pandang produsen maupun konsumen, termasuk saya -yang baru merasakan jadi konsumen- sendiri. Sungguh manusia adalah makhluk yang kreatif. Sudah kodratnya manusia bisa menemukan celah-celah baru, memberdayakan sekitarnya untuk maju. Tetapi lebih baik lagi adalah manusia yang kreatif dan bijak. Manusia yang tahu diri dan bisa ‘berterimakasih’ atas apa yang dia peroleh dari sekitarnya.

[Etri]

Leave a Comment

Blog di WordPress.com.